Label

Kamis, 23 Maret 2017

Resensi Novel R.A Kartini ''Habis Gelap Terbitlah Terang''


a.       Judul                                             : Habis Gelap Terbitlah Terang
b.      Penerbit                                         : PT Balai Pustaka (Persero)
c.       Pengarang                                     : Armijn Pane
d.      Harga buku                                   : Rp 35.000,00
e.       Tahun terbit                                   : 2008
f.       Ukuran buku/tebal buku               : 267 halaman
g.      ISBN                                             : 979-407-063-7
h.      Cetakan                                         : 26

Ringkasan/isi buku yang diresensi
Raden Ajeng Kartini dilahirkan di Pesisir Utara Pulau Jawa tepatnya yaitu kota Jepara pada tanggal 21 april 1879. Beliau adalah seorang putri dari Bupati Jepara saat itu yang bernama Raden Mas Adipati Sosroningrat dan merupakan cucu dari Bupati Demak yang bernama Ario Tjondronegoro. Pada era Kartini yaitu abad 19 akhir dan 20 awal perempuan-perempuan dinegeri ini tidak boleh memiliki kebebasan dalam berbagai hal, baik dalam hal pendidikan maupun dalam hal menentukan jodoh atau suaminya sendiri, Kartini yang terlahir sebagai seorang perempuan yang tidak bisa memiliki pilihan apapun dengan ditambahnya perbedaan perlakuan terhadap saudara-saudara laki-lakinya dan juga teman-temanya serta kaum perempuan Belanda yang membuatnya merasa iri pun semakin meningkatkan tekad nya untuk merubah kebiasaan tersebut.
Pada zaman era kartini sangat terasa sekali diskriminasi yang terjadi kepada kaum perempuan, kartini saja yang notabene adalah seorang anak bupati hanya diperbolehkan untuk sekolah sampai tingkat sekolah dasar saja yang saat itu bernama Europes agree School (E.L.S) apalagi untuk anak-anak yang orangtuanya tidak memiliki kedudukan seperti orangtua kartini.
Waktu demi waktu telah berlalu, kartini kecil pun telah berubah menjadi dewasa sehingga mengharuskan beliau untuk dipingit didalam rumah pada saat itu usianya menginjak 12 tahun hingga tiba saatnya untuk menikah karena didaerahnya ada sebuah adat yang melekat bahwa seorang gadis perempuan pamali untuk berpergian dan melakukan aktivitas diluar rumah secara bebas seperti pada waktu beliau masih kecil dulu. Hal ini tentu sangat menyiksa bagi diri kartini, dengan adanya hal ini tentu langkah-langkah beliau semakin terikat dan terbatas, disini semangat kartini mulai merasa goyah dan tidak sekuat dahulu. Kartini berjuang seorang diri dalam memperjuangkan hak-hak perempuan agar setingkat lebih maju dari pada keadaan yang  sekarang, banyak pertentangan yang dihadapi oleh kartini dari orang-orang disekitarnya dikarenakan adat dan budaya yang melekat begitukental sehingga sangat sulit untuk menerima perubahan yang ada. Setiap suka duka yang dirasakan kartini selalu beliau ceritakan kepada sahabat-sahabatnya yang berada di Belanda. Hanya dengan tulisan dan goresan tangannyalah kartini dapat mencurahkan isi hatinya, surat demi surat kartini kirimkan kepada para sahabatnya .
Waktu luangnya sering ia gunakan untuk membaca buku-buku, beberapa buku yang sering ia baca sehingga bisa merubah cara pandang dan berpikirnya diantaranya yaitu membaca surat kabar Semarang De Locamotief yang diasuh Pieter Brooshooft, buku karangan Multatuli yang berjudul Max Havelaar dan juga buku-buku karya perempuan-perempuan pejuan Eropa. Beliau mulai berpikir betapa tertinggalnya kaum wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan kaum wanita lain di benua Eropa. Sejak saat itu beliau memiliki tekad yang kuat untuk memajukan wanita sebangsanya sendiri yaitu Indonesia, banyak cara yang dapat dilakukan untuk memajukan kaum perempuan didaerahnya diantaranya melalui pendidikan. Kartini mulai membuka pendidikan secara gratis tanpa dipungut biaya sepersenpun atau dengan Cuma-Cuma didaerahnya yaitu Jepara. Sekolah tersebut diperuntukkan bagi kaum perempuan, disini mereka diajarkan berbagai ilmu dan keterampilan seperti menyulam, menjahit dan memasak. Bahkan demi mewujudkan cita-cita nya tersebut Kartini berkeinginan untuk mengikuti sekolah guru di negeri Belanda melalui jalur beasiswa yang diberikan oleh pemerintah hindia Belanda. Tetapi cita-citanya itu tidak memperoleh dukungan dan izin dari orang tua Kartini sehingga pada saat itu Kartini dinikahkan dengnan seorang Bupati Rembang bernama Raden Adipati Joyodiningrat. Kartini merasa beruntung bisa memiliki seorang suami yang memiliki sikap ramah dan lemah lembut serta mendukung keinginan Kartini. Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah diRembang disamping sekolah di jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah.
Namun sayang perjuangan kartini tidak bisa bertahan lama karena takdir berkata lain, Kartini meninggal diusia muda yaitu pada usia 25 tahun setelah melahirkan anak pertamanya dan sekaligus terakhirnya yang bernam R,M Soesalit, lahir pada tanggal 13 september 1904. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada tanggal 17 september 1904, Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun. Jenazah Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Apa yang dilakukan Kartini dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘sekolah Kartini’ ditempat masing-masing seperti di Semarang, pada tahun 1912, kemudian berlanjut di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun dan Cirebon.
Tujuan dalam buku tersebut adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan perjuangan R.A Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita serta meningkatkan kedudukan wanita Indonesia. Selain itu agar kaum wanita khususnya, dapat termotivasi untuk meningkatkan kualitas diri pribadinya untuk menjadi sosok wanita yang tidak hanya terkungkum pada adat istiadat ataupun pekerjaan rumah tangga saja .
Agr bisa mengapresiasi generasi muda terhadap para Pahlawan Nasional Indonesia. Agar kita bisa lebih mengenal dekat sosok pahlawan dan dapat meneladani perilakunya sebagai cermin dalam menjalani kehidupan pada hari ini dan masa yang akan datang.
Bisa menambah pengetahuan tentang jasa para pahlawan. Bahasanya mudah dipahami dengan ejaan dan diksi yang jelas. Selain itu penjelasan dan penyampaian ceritanya sangat menarik dan menyentuh hati setiap pembacanya dan buku ini sangat menginspirasi banyak orang khususnya dikalangan wanita untuk bisa menjadi manusia yang lebih berjiwa kepemimpinan.
Sampul buku kurang menarik dan beberapa kalimat dalam cerita tersebut terlalu bertele-tele sehingga menyulitkan pembacanya. Dan disertai gambar yang tidak berwarna sehingga terkesan monoton.
Menurut saya Kartini merupakan figure wanita cerdas dan berbudi luhur, Kartini sangat mengerti tentangnya budi pekerti, beliau juga beraggapan bahwa orang yang cerdas belum tentu mempunyai budi pekerti yang baik. Sebagai pemikir, penggagas dan pendidik. Kartini memiliki wawasan yang luas dan dalam melintasi batas agama, gender, budaya, bahkan zaman. Bisa kita bayangkan bagaiman sulitnay hidup menjadi kaum perempuan pada zaman Kartini, kita harus bersyukur bisa hidup pada masa-masa sekarang ini dimana kaum perempuan sudah boleh berdiri sejajar dengan kaum lelaki dan tidak ada deskriminasi, semua itu dikarenakan perjuangan seorang Kartini yang tak pernah gentar dan putus asa. Sebagai generasi perempuan penerus bangsa kita tidak boleh menyia-nyiakan perjuangan yang telah dilakukan oleh Kartini, walaupun terlahir sebagai seorang perempuan kita harus bisa bangkit dan berdiri sejajar dengan kaum lelaki. Apalagi diera zaman globalisasi seperti sekarang ini telah banyak kaum perempuan diluar sana yang menjadi pemimpin dan pendorong gerakan perubahan didunia ini. Oleh karena itu kita jangan mau diperbudak oleh kemajuan zaman, namun yang harus kita ingat adalah kodrat kita sebagai seorang perempuan, setinggi apapun jabatan kita dan seberapa besarpun kekuasaan kita, wanita adalah wanita yang harus menjunjung tinggi kesopanan, keramahan, dan kelemahlembutan. kerjaan rumah tangga saja .
Agar bisa mengapresiasi generasi muda terhadap para Pahlawan Nasional Indonesia. Agar kita bisa lebih mengenal dekat sosok pahlawan dan dapat meneladani perilakunya sebagai cermin dalam menjalani kehidupan pada hari ini dan masa yang akan datang.
Bisa menambah pengetahuan tentang jasa para pahlawan. Bahasanya mudah dipahami dengan ejaan dan diksi yang jelas. Selain itu penjelasan dan penyampaian ceritanya sangat menarik dan menyentuh hati setiap pembacanya dan buku ini sangat menginspirasi banyak orang khususnya dikalangan wanita untuk bisa menjadi manusia yang lebih berjiwa kepemimpinan.
Sampul buku kurang menarik dan beberapa kalimat dalam cerita tersebut terlalu bertele-tele sehingga menyulitkan pembacanya. Dan disertai gambar yang tidak berwarna sehingga terkesan monoton.
Menurut saya Kartini merupakan figure wanita cerdas dan berbudi luhur, Kartini sangat mengerti tentangnya budi pekerti, beliau juga beraggapan bahwa orang yang cerdas belum tentu mempunyai budi pekerti yang baik. Sebagai pemikir, penggagas dan pendidik. Kartini memiliki wawasan yang luas dan dalam melintasi batas agama, gender, budaya, bahkan zaman. Bisa kita bayangkan bagaiman sulitnay hidup menjadi kaum perempuan pada zaman Kartini, kita harus bersyukur bisa hidup pada masa-masa sekarang ini dimana kaum perempuan sudah boleh berdiri sejajar dengan kaum lelaki dan tidak ada deskriminasi, semua itu dikarenakan perjuangan seorang Kartini yang tak pernah gentar dan putus asa. Sebagai generasi perempuan penerus bangsa kita tidak boleh menyia-nyiakan perjuangan yang telah dilakukan oleh Kartini, walaupun terlahir sebagai seorang perempuan kita harus bisa bangkit dan berdiri sejajar dengan kaum lelaki. Apalagi diera zaman globalisasi seperti sekarang ini telah banyak kaum perempuan diluar sana yang menjadi pemimpin dan pendorong gerakan perubahan didunia ini. Oleh karena itu kita jangan mau diperbudak oleh kemajuan zaman, namun yang harus kita ingat adalah kodrat kita sebagai seorang perempuan, setinggi apapun jabatan kita dan seberapa besarpun kekuasaan kita, wanita adalah wanita yang harus menjunjung tinggi kesopanan, keramahan, dan kelemahlembutan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar